RADIO ISLAM SANGATTA

Sabtu, 04 Mei 2019

Pembatal-pembatal Puasa

 SILSILAH FIQH

❌❌❌ Apa saja hal-hal yang bisa membatalkan puasa ?

🎙 Dijawab oleh asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin -rahimahullah- :

Pembatal-pembatal puasa disebutkan didalam al-qur'an ada 3 perkara : makan, minum, dan jima’. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :

{فَالانَ بَشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ} [البقرة: ١٨٧]

“Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.”  (QS. Al-Baqarah:187)

Yang pertama & kedua yaitu makan dan minum, disini sama saja baik itu makanan yang halal maupun yang haram, makanan yang bermanfaat maupun yang membahayakan, ataupun makanan yang tidak bermanfaat dan tidak pula membahayakan, sama saja sedikit maupun banyak. Oleh karena inilah merokok termasuk pembatal puasa walaupun rokok itu membahayakan dan benda yang haram.

Sampai-sampai para ulama berkata : kalau seandainya ada seseorang menelan manik-manik maka sungguh dia telah batal(puasanya), dalam keadaan manik-manik itu tidaklah memberikan manfaat bagi badan bersamaan dengan itu dia tetap termasuk pembatal puasa. Demikian pula jika seandainya dia memakan adonan  yang dia adon dengan sesuatu yang najis maka sungguh puasa dia telah batal bersamaan dengan itu hal tersebut membahayakan.

Yang ketiga adalah Jima’, ini merupakan yang paling berbahaya dari jenis-jenis pembatal puasa, dikarenakan orang yang melakukannya wajib baginya membayar kaffaroh, dan kaffarohnya adalah membebaskan budak, jika tidak didapati maka wajib bagi dia puasa 2 bulan berturut-turut, dan jika dia tidak mampu maka memberikan makan kepada 60 orang miskin.

Yang keempat adalah mengeluarkan mani dalam rangka berlezat-lezat, maka jika seseorang mengeluarkan mani dengan berlezat-lezat maka batallah puasanya, akantetapi tidak wajib baginya membayar kaffaroh, dikarenakan kaffaroh itu adalah khusus bagi yang melakukan jima’.

Yang kelima adalah suntikan yang dengannya seseorang tercukupi dari makan dan minum, dan dia adalah impus. Adapun jika suntikan selain impus maka hal tersebut tidaklah merusak puasa, sama saja seseorang menyuntik di pembuluh darahnya atau di otot-ototnya, dikarenakan hal tersebut bukanlah makan dan minum, dan bukan pula bermakna makan dan minum.

Yang keenam adalah muntah dengan sengaja, apabila seseorang mundah dengan sengaja maka rusak puasanya, adapun jika muntah tersebut keluar(tanpa sengaja) maka hal ini tidak membatalkan puasanya.

Yang ketujuh adalah keluarnya darah haid atau nifas, apabila seorang perempuan keluar darah haid atau nifas padahal sesaat lagi matahari tenggelam(sebentar lagi buka puasa) maka batal puasanya. Adapaun jika darah nifas atau haid tersebut keluar sesaat saja setelah matahari tenggelam maka sah puasanya.

Yang kedelapan adalah mengeluarkan darah dengan berbekam. Berdasarkan sabda nabi -shallahu ‘alaihi wasallam- : “telah batallah(puasa) orang yang membekam dan yang dibekam”. Maka apabila seseorang berbekam dan keluar darinya darah maka batal puasanya demikian pula batal puasa orang yang membekamnya apabila cara membekamnya seperti yang dikenal pada zaman nabi -shallahu ‘alahi wasallam-, yaitu bahwasannya orang yang membekam tersebut menghisap botol/tanduk tempat darah tersebut(sehingga memungkinkan darah tersebut terminum oleh yang membekam). Adapun jika membekam menggunakan media atau alat yang terpisah dari orang yang membekam(tidak dihisap dengan mulut) maka sesungguhnya yang batal hanya orang yang dibekam, adapun yang membekam tidaklah batal puasanya.

Sehingga apabila pembatal-pembatal puasa ini dilakukan pada siang romadhan oleh orang yang berpuasa maka wajib baginya puasa(qodho’). Dan diapun berhak mendapatkan 4 perkara ini : 1. Dosa, 2. Batal puasanya, 3. Tetap wajib menahan(puasa) pada sisa waktu pada hari tersebut, 4. Wajib mengqodho’ puasanya (mengganti diluar romadhon).

Adapaun jika batal puasa dikarenakan jima’ maka baginya 5 perkara, yang kelimanya adalah membayar kaffaroh.

Akantetapi wajib pula bagi kita untuk mengetahui bahwasannya pembatal-pembatal puasa ini tidaklah membatalkan puasa kecuali terpenuhi padanya 3 syarat : 1. Mengetahui, 2. Ingat(tidak sedang lupa), 3. Keinginan(bukan karena terpaksa).

Maka apabila seseorang yang berpuasa dia melakukan sesuatu dari pembatal-pembatal puasa ini dikarenakan ketidak tahuan maka puasa dia tetap sah, sama saja dia tidak tahu terhadap waktu ataupun tidak tahu terhadap hukumnya.

Contoh ketidak tahuan terhadap waktu adalah seseorang bangun di akhir malam dan dia mengira kalau belum terbit fajar maka dia pun makan dan minum, kemudian setelah itu barulah dia tau kalau fajar telah terbit. Maka yang seperti ini puasanya tetap sah, dikarenakan ketidak tahuannya terhadap waktu.

Adapun contoh ketidak tahuan terhadap hukum adalah seseorang yang berpuasa dia melakukan bekam dalam keadaan dia tidak mengetahui bahwasannya berbekam termasuk salah satu pembatal puasa, maka kita katakan kepadanya puasamu tetap sah. Dalil dari al-quran tentang hal ini adalah firman Allah Ta’ala :

{رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا} [البقرة: ٢٨٦]

“Wahai rabb kami janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan”. (QS. Al-Baqarah:286)

Sedangkan dalil dari as-Sunnah adalah hadits Asma’ binti Abi Bakr -radhiyallahu’anhuma- yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhori di dalam kitab shahihnya. Beliau berkata : “Kami pernah berbuka puasa pada hari yang mendung pada zaman Nabi -shallahu ‘alaihi wasallam-, kemudian matahari muncul sehingga berbukanya kami pada siang hari, akantetapi mereka tidak mengetahui(kalau masih siang) bahkan mereka mengira bahwa matahari benar-benar telah terbenam. Dan Nabi -shallahu ‘alaihi wasallam- tidak memerintahkan mereka untuk mengqodho’(mengganti puasa), jikalau pada kejadian tersebut mewajibkan qodho’ niscaya nabi -shallahu ‘alaihi wasallam- pasti memerintahkannya. Dan kalau seandainya nabi -shallahu ‘alaihi wasallam- memerintahkan para sahabat untuk mengqodho’ pasti sudah dinukil kisah tersebut kepada kita semua. Akantetapi kalau seandainya berbuka dikarenakan mengira matahari telah terbenam lalu tampak kembali bahwa matahari belum terbenam maka wajib bagi dia menahan(puasa kembali) sampai matahari benar-benar terbenam, dan puasanya orang ini tetap sah.

Syarat yang kedua adalah dalam keadaan ingat. Dan lawan dari ingat adalah lupa, maka seandainya orang yang berpuasa itu lupa kemudian dia makan atau minum maka puasanya tetap sah, berdasarkan firman Allah Ta’ala :

{رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا} [البقرة: ٢٨٦]

 “Wahai rabb kami janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan”. (QS. Al-Baqarah:286)

Dan sabda nabi -shallahu ‘alaihi wasallam- dari sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu‘anhu- : “barangsiapa yang lupa dalam keadaan dia berpuasa kemudian dia makan atau minum, maka hendaknya dia tetap menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah hanyalah ingin memberi dia makan dan minum”.

Syarat yang ketiga adalah keinginan, kalau seandainya seseorang yang berpuasa melakukan pembatal-pembatal puasa ini bukan karena keinginannya atau pilihannya maka puasanya tetap sah, walaupun dia berkumur-kumur dan air masuk sampai ke perutnya tanpa keinginannya maka puasanya tetap sah.

Dan seandainya adalah seorang laki-laki memaksa istrinya untuk berjima’ dalam keadaan tidak mungkin bagi sang istri untuk menolaknya, maka puasa sang istri tersebut tetap sah, dikarenakan hal tersebut(jima’) bukan keinginannya(dipaksa), dalil yang demikian adalah firman Allah Ta’ala tentang orang yang kafir karena dipaksa :

{مَن كَفَرَ بِاللَّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ} الآية [النحل: ١٠٦]

 “Barangsiapa yang kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)”. (QS. An-Nahl:106)

Maka apabila seseorang yang berpuasa itu dipaksa untuk berbuka atau melakukan salah satu pembatal puasa bukan karena keinginannya, maka tidak ada dosa baginya, dan puasanya tetap sah.

🇮🇩🇸🇦

س: ما هي المفطرات التي تفطر الصائم؟

ج: المفطرات في القرآن ثلاثة: الأكل، الشرب، الجماع، ودليل ذلك قوله تعالى: {فَالانَ بَشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ} [البقرة: ١٨٧] .

فبالنسبة للأكل والشرب سواء كان حلالاً أم حراماً، وسواء كان نافعاً أم ضاراً أو لا نافعاً ولا ضاراً، وسواء كان قليلاً أم كثيراً، وعلى هذا فشُرب الدخان مفطر، ولو كان ضاراً حراماً.

حتى إن العلماء قالوا: لو أن رجلاً بلع خرزة لأفطر. والخرزة لا تنفع البدن ومع ذلك تعتبر من المفطرات. ولو أكل عجيناً عجن بنجس لأفطر مع أنه ضار.

الثالث: الجماع.. وهو أغلظ أنواع المفطرات. لوجوب الكفارة فيه، والكفارة هي عتق رقبة، فإن لم يجد فصيام شهرين متتابعين، فإن لم يستطع فإطعام ستين مسكيناً.

الرابع: إنزال المني بلذة، فإذا أخرجه الإنسان بلذة فسد صومه، ولكن ليس فيه كفارة، لأن الكفارة تكون في الجماع خاصة.

الخامس: الإبر التي يُستغنى بها عن الطعام والشراب، وهي المغذية، أما الإبر غير المغذية فلا تفسد الصيام سواء أخذها الإنسان بالوريد، أو بالعضلات، لأنها ليست أكلاً ولا شرباً ولا بمعنى الأكل والشرب.

السادس: القيء عمداً، فإذا تقيأ الإنسان عمداً فسد صومه، وإن غلبه القيء فليس عليه شيء.

السابع: خروج دم الحيض أو النفاس، فإذا خرج من المرأة دم الحيض أو النفاس ولو قبل الغروب بلحظة فسد الصوم.

وإن خرج دم النفاس أو الحيض بعد الغروب بلحظة واحدة صحَّ صومها.

الثامن: إخراج الدم بالحجامة، لقول الرسول صلى الله عليه وسلّم: «أفطر الحاجم والمحجوم» (١) ، فإذا احتجم الرجل وظهر منه دم فسد صومه، وفسد صوم من حجمه إذا كانت بالطريقة المعروفة في عهد النبي صلى الله عليه وسلّم، وهي أن الحاجم يمص قارورة الدم، أما إذا حجم بواسطة الآلات المنفصلة عن الحاجم، فإن المحجوم يفطر، والحاجم لا يفطر، وإذا وقعت هذه المفطرات في نهار رمضان من صائم يجب عليه الصوم، ترتب على ذلك أربعة أمور: ١ـ الإثم. ٢ـ فساد الصوم. ٣ـ وجوب الإمساك بقية ذلك اليوم. ٤ـ وجوب القضاء.

وإن كان الفطر بالجماع ترتب على ذلك أمر خامس وهو الكفارة.

ولكن يجب أن نعلم أن هذه المفطرات لا تفسد الصوم إلا بشروط ثلاثة:

١ـ العلم. ٢ـ الذِّكر. ٣ـ الإرادة.

فإذا تناول الصائم شيئاً من هذه المفطرات جاهلاً، فصيامه صحيح، سواء كان جاهلاً بالوقت، أو كان جاهلاً بالحكم، مثال الجاهل بالوقت: أن يقوم الرجل في آخر الليل، ويظن أن الفجر لم يطلع، فيأكل ويشرب ويتبيَّن أن الفجر قد طلع، فهذا صومه صحيح؛ لأنه جاهل بالوقت.

ومثال الجاهل بالحكم: أن يحتجم الصائم وهو لا يعلم أن الحجامة مفطرة، فيُقال له صومك صحيح. والدليل على ذلك قوله تعالى: {رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا} [البقرة: ٢٨٦] هذا من القرآن.


ومن السنة: حديث أسماء بنت أبي بكر رضي الله عنهما الذي رواه البخاري في صحيحه (١) ، قالت: أفطرنا يوم غيم على عهد النبي صلى الله عليه وسلّم، ثم طلعت الشمس فصار إفطارهم في النهار، ولكنهم لا يعلمون بل ظنوا أن الشمس قد غربت ولم يأمرهم النبي صلى الله عليه وسلّم بالقضاء، ولو كان القضاء واجباً لأمرهم به، ولو أمرهم به لنُقل إلينا. ولكن لو أفطر ظانًّا غروب الشمس وظهر أنها لم تغرب وجب عليه الإمساك حتى تغرب وصومه صحيح.

الشرط الثاني: أن يكون ذاكراً، وضد الذكر النسيان، فلو نسي الصائم فأكل أو شرب فصومه صحيح؛ لقوله تعالى: {رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا} [البقرة: ٢٨٦] ، وقول النبي صلى الله عليه وسلّم فيما رواه أبوهريرة رضي الله عنه: «مَن نسي وهو صائم فأكل أو شرب فليتم صومه فإنما أطعمه الله وسقاه» (٢) .

الشرط الثالث: الإرادة، فلو فعل الصائم شيئاً من هذه المفطرات بغير إرادة منه واختيار، فصومه صحيح، ولو أنه تمضمض ونزل الماء إلى بطنه بدون إرادة فصومه صحيح.

ولو أَكْرَه الرجلُ امرأته على الجماع ولم تتمكن من دفعه، فصومها صحيح؛ لأنها غير مريدة، ودليل ذلك قوله تعالى فيمن كفر مكرهاً: {مَن كَفَرَ بِاللَّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ} الآية [النحل: ١٠٦] .

فإذا أُكْرِه الصائم على الفطر أو فعل مفطراً بدون إرادة، فلا شيء عليه وصومه صحيح.

٤٨ سؤالا في الصيام

✍ Grup WA Salafy Sragen

Turut mempublikasikan WA Salafy Sangatta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Islam Ilmiah Kota Sangatta

 In syaa Allah, Selasa, 20 Jumadil Akhir 1445H / 02 Desember 2023M